INTUBASI
DAN EKSTUBASI
Indikasi intubasi:
- Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena
menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat
dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
- Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena
meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.
- Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret
pulmonal atau sebagai bronchial toilet.
- Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan
keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang
terjadi.
- Menjaga jalan nafas yang bebas dalam
keadaan-keadaan yang sulit.
- Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut,
hidung dan tenggorokan, karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar
untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
- Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin
pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan.
- Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu
paten, suction dilakukan dengan mudah, memudahkan respiration control dan
mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.
- Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada
obstruksi intestinal.
- Pada pasien yang mudah timbul laringospasme
- Tracheostomni.
- Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
- operasi dengan posisi miring/ tengkurap
- operasi dengan resiko tinggi
- operasi dengan lambung penuh
- terapi gangguan respirasi (obstruksi saluran nafas)
Indikasi intubasi nasal (Anonim, 1986) antara lain :
- Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya
tonsilektomi, pencabutan gigi, operasi pada lidah
- Pemakaian
laringoskop sulit karena keadaan anatomi pasien.
- Bila direct
vision pada intubasi gagal.
- Pasien-pasien
yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan nafas.
Kontra Indikasi Intubasi Endotrakheal
- Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi
yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
- Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Alat-alat yang dipergunakan
- Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
- Blade lengkung (McIntosh). à dewasa.
- Blade lurus.
(blade Magill) bayi dan anak-anak.
- Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik.
Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa
yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non
kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal
mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya
digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah
rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena
bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan
dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan
perempuan 7,5 – 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk
20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :
Rumus tersebut
merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih
kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat
besarnya jari kelingkingnya.
- Pipa orofaring atau nasofaring. à mencegah obstruksi jalan nafas karena
jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
- Plester à
memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
- Stilet atau forsep intubasi. (McGill) à
mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi
pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal
atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
- Alat pengisap atau suction.
Prosedur Tindakan Intubasi.
a.
Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi
tidur terlentang, oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa
menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus)à kepala dalam keadaan
ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b.
Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan
pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal
dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon
dengan tangan kanan.
c.
Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan
dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan
dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong
ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat
uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan
kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak
keputihan bentuk huruf V.
d.
Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan
tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita
suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring
ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila
mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan
tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan
dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
e.
Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat
diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan
stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa
ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri,
kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan
nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa
ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi
intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang,
terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan
lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut
pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang
cukup.
f.
Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pasien bersangkutan.
Obat-Obatan yang Dipakai.
- Suxamethonim (Succinil Choline), short acting
muscle relaxant merupakan obat yang paling populer untuk intubasi yang
cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan dengan barbiturat I.V.
dengan dosis 20 –100 mg.
- Thiophentone non depolarizing relaxant
- Cyclopropane
- I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai
thiopentone sendirian dalam intubasi. Iritabilitas laringeal meninggi,
sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar dapat
mendepresi pernafasan.
- N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila
dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
- Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat
melemaskan otot-otot faring dan laring dan dapat dipakai tanpa relaksan
untuk intubasi.
Komplikasi Intubasi Endotrakheal.
1. Komplikasi tindakan
laringoskop dan intubasi
o
Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi
endobronkial serta malposisi laringeal cuff.
o
Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi,
laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula
dan diseksi retrofaringeal.
o
Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi,
tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme
laring.
o
Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.
2. Komplikasi pemasukan pipa
endotracheal.
·
Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri,
intubasi ke endobronkial dan malposisi laringeal cuff.
·
Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi
mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.
·
Malfungsi tuba berupa obstruksi.
3. Komplikasi setelah ekstubasi.
·
Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis
(glotis, subglotis atau trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau
paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
·
Gangguan refleks berupa spasme laring.
Syarat Ekstubasi
- insufisiensi nafas (-)
- hipoksia (-)
- hiperkarbia (-)
- kelainan asam basa (-)
- gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-)
- pasien sadar penuh
- mampu bernafas bila diperintah
- kekuatan otot sudah pulih
- tidak ada distensi lambung
0 komentar:
Posting Komentar