PROGRAM PEMBELAJARAN PAUD

Sabtu, 24 Oktober 2015
Jalur Pendidikan Non Formal
1. Program pembelajaran pada TPA, KB dan bentuk lain yang sederajat merupakan seperangkat program pembelajaran yang disusun berdasarkan tahap perkembangan anak. 

2. Program pembelajaran disusun mencakup semua aspek pertumbuhan dan perkembangan anak yakni: moral dan nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian, bahasa, kognitif, seni, dan fisik/motorik sebagai satu kesatuan kegiatan pembelajaran yang interaktif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian Program pembelajaran disusun berdasarkan pengelompokan usia, yakni:
1) Program pembelajaran untuk anak usia lahir – 1 tahun
2) Program pembelajaran untuk anak usia 1 – 2 tahun
3) Program pembelajaran untuk anak usia 3 – 4 tahun
4) Program pembelajaran untuk anak usia 4 – 5 tahun
5) Program pembelajaran untuk anak usia 5 – 6 tahun

1Program pembelajaran dilaksanakan secara luwes dan terpadu dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan terbaik anak serta memperhatikan kecerdasan beragam anak.

1. Pengembangan program pembelajaran didasarkan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya serta kondisi kebutuhan masyarakat setempat 

2. Pengembangan program pembelajaran harus mengintegrasikan kebutuhan peserta didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial termasuk kesejahteraannya.

3. Program pembelajaran dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan relevansinya oleh satuan pendidikan.

Jalur Pendidikan formal
a. Program pembelajaran TK, RA, BA dan bentuk lain yang sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD,MI atau bentuk lain yang sederajat.

b. Program pembelajaran TK dapat dikelompokkan dalam :
1) Program pembelajaran agama dan akhlak mulia
2) Program pembelajaran sosial dan kepribadian
3) Program pembelajaran pengetahuan dan teknologi
4) Program pembelajaran estetika, dan
5) Program pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

c. Semua kelompok program pembelajaran terdiri dari : pengembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian berbahasa, kognitif, seni, fisik/motorik. Untuk menyederhanakan lingkup program pembelajaran dari tumpang tindih serta untuk memudahkan guru menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman mereka, maka aspek-aspek perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar

d. Penyelenggaraan program pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan mendorong kreativitas serta kemandirian.

e. Program pembelajaran disusun dengan memperhatikan tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak dan dilaksanakan secara berkelanjutan

f. Pengembangan program pembelajaran TK di didasarkan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya serta kondisi kebutuhan masyarakat setempat 

g. Pengembangan program pembelajaran harus mengintegrasikan kebutuhan peserta didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial.

h. Program pembelajaran dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan relevansinya oleh satuan pendidikan.

Cakupan Program Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
No
Program Pembelajaran
Cakupan
1
Agama dan akhlak mulia
Peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh pengalaman dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah
2
Sosial dan kepribadian
Pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi sosial serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa percaya diri
3
Pengetahuan dan teknologi
Mempersiapkan peserta didik secara akademik memasuki SD, MI atau bentuk lain yang sederajat dengan menekankan pada penyiapan kemampuan berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara, mendengarkan, pra membaca, pra menulis dan pra berhitung yang harus dilaksanakan secara hati-hati, tidak memaksa, dan menyenangkan sehingga anak menyukai belajar.
4
Estetika
Meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan diri dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni yang terwujud dalam tingkah laku keseharian
5
Jasmani, olahraga dan kesehatan
Meningkatkan potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta kesadaran hidup sehat dan bersih.

STRUKTUR PROGRAM PEMBELAJARAN, WAKTU BELAJAR
DAN KALENDER PENDIDIKAN

A.          Struktur Program Pembelajaran

      1. Jalur Pendidikan Non Formal

Aspek Pengembangan
A. Pembiasaan
1. Moral dan nilai-nilai agama
2. Sosial, emosional dan kemandirian
B. Kemampuan Dasar
1. Bahasa
2. Kognitif
3. Fisik/Motorik
4. Seni

        2. Jalur Pendidikan Formal

Bidang Pengembangan
Alokasi Waktu
A. Pembiasaan
1. Moral dan nilai-nilai agama
2. Sosial, emosional dan kemandirian

B. Kemampuan dasar
1. Berbahasa
2. Kognitif
3. Fisik/Motorik
4. Seni

Jumlah jam per   minggu
15  jam
  
WAKTU BELAJAR
            Program pembelajaran pada anak usia dini untuk TK /RA dan bentuk lain yang sederajat menggunakan beban belajar satu tahun dalam bentuk perencanaan semester, perencanaan mingguan dan perencanaan harian. Perencanaan program pembelajaran di TK / RA dan bentuk lain yang sederajat adalah perencanaan mingguan efektif dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 minggu, dengan jam belajar efektif adalah 2,5 jam (150 menit). Perminggu adalah 15 jam (900 menit) pertahun adalah 510 jam (30.600 menit).
Perencanaan program pembelajaran pada Kelompok Bermain adalah : (1) Usia 2 - 4 tahun kegiatan bermain per minggu minimal tiga kali pertemuan. Setiap pertemuan minimal selama dua jam dengan pertemuan ideal selama 4 jam.
Perencanaan program pembelajaran pada Taman Penitipan Anak adalah sebagai berikut: (1) Full day care anak dititipkan sehari penuh dari jam 08.00 sampai dengan jam 17.00, (2) Semi day care anak dititipkan hanya setengah hari dari jam 08.00 sampai dengan 12.00 atau jam 12.00 sampai 17.00, (3) insidental day care anak hanya dititipkan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan orangtua.
            Perencanaan program pembelajaran pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Sejenis adalah layanan minimal yang hanya dilakukan 1 – 2 kali/minggu. Tiap pertemuan minimal selama 2 jam dengan pertemuan ideal selama 6 jam.

KALENDER PENDIDIKAN
Kalender pendidikan anak usia dini mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. 

BENTUK SATUAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Pada ayat 3) menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan ayat 4) menyebutkan bahwa Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kerangka Dasar Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut. 

Satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur non formal meliputi
· Kelompok Bermain
Salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan non formal yang meyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 2 sampai 4 tahun.

· Taman Penitipan Anak 
Salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, perawatan, pengasuhan, dan pendidikan sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun.

· Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Sederajat
Salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan non formal selain Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain, yaitu: 

a. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (Pos PAUD) adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan pengasuhan bagi anak sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun yang penyelenggaraannya dapat diintegrasikan dengan program Bina Keluarga Balita (BKB) dan/atau Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

b. Taman Asuh Anak Muslim (TAAM) adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan pengasuhan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun yang berbasis Taman Pendidikan Al-Quran.

c. Pendidikan Anak Usia Dini Sekolah Minggu (PAUD-SM) adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan keagamaan Kristen bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun berbasis Sekolah Minggu.

d. Pendidikan Anak Usia Dini Bina Iman Anak (PAUD-BIA) adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan keagamaan Katholik bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun yang berbasis Bina Iman Anak Katolik.

Satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur formal:
· Taman Kanak-Kanak
Adalah salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun

· Raudhatul Athfal
Adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pendidikan keagamaan Islam bagi anak usia 4 sampai 6 tahun

· Satuan Pendidikan Anak Usia Dini jalur Formal yang Sederajat
Salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal selain Taman kanak-kanak dan Raudatul Athfal, yaitu: 
a. Tarbiyatul Athfal (TA)
b. Taman kanak-kanak Al-Quran (TKQ)
c. Taman pendidikan Al-Quran (TPQ)
d. Adi Sekha
e. TK-SD Satu atap
f. TK asuh
g. TK anak pantai
h. TK Bina Anaprasa
i. TK di lingkungan tempat kerja
j. Tk Keliling
k. TK mahasiswa KKN
l. TK di Lingkungan tempat ibadah

STANDAR PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

A. Pengertian
 Standar perkembangan anak usia dini adalah standar kemampuan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang didasarkan pada perkembangan anak. Standar perkembangan merupakan acuan dalam mengembangkan program pembelajaran  anak usia dini. 

B. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Cakupan Standar perkembangan anak usia dini terdiri atas pengembangan aspek-aspek sebagai berikut:
a.       Moral dan nilai-nilai agama
b.      Sosial, emosional, dan kemandirian
c.       Bahasa
d.      Kognitif
e.       Fisik/Motorik
f.       Seni

C.  Standar Perkembangan Per Usia
Standar perkembangan Per Usia ini disusun dalam rentangan usia dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Standar perkembangan Per Usia ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melihat pencapaian tahapan perkembangan anak pada tahapan usia tertentu.


  
Rentangan Standar Perkembangan Per Usia
USIA/UMUR

ASPEK
 Usia
1 tahun
Usia
 2 tahun
Usia
3 tahun
Usia
4 tahun
Usia
5 tahun
Usia
 6 tahun
MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA
Anak mampu memperhatikan perilaku keagamaan yang diterima melalui inderanya
Anak  mulai meniru perilaku keagamaan secara  sederhana dan mulai mengekspre-sikan rasa sayang dan cinta kasih
Anak mampu meniru secara terbatas perilaku keagamaan yang dilihat dan didengarnya
Mulai meniru perilaku baik atau sopan
Anak mampu meniru dan mengucapkan bacaan doa/lagu-lagu keagamaan dan gerakan beribadah secara sederhana, mulai berperilaku baik atau sopan bila diingatkan
Anak mampu meng- ucapkan bacaan doa/ lagu-lagu keagamaan, meniru gerakan ber- ibadah, mengikuti aturan serta mampu belajar berpetilaku baik dan sopan bila diingatkan
Anak mampu melakukan perilaku keagamaan secara berurutan dan mulai belajar membedakan perilaku baik dan buruk
SOSIAL EMOSIONAL
dan Kemandirian
Anak mampu berinteraksi dengan merespon kehadiran orang lain
Anak mampu berinteraksi dengan lingkungan terdekatnya (keluarga), dan menunjukkan keinginannya
Anak mampu berinteraksi dan mengenal dirinya, dan menunjukkan keinginannya 
Anak mampu berinteraksi, dapat menunjukkan reaksi emosi yang wajar, serta mulai menunjukkan rasa percaya diri
Anak mampu berinteraksi, mulai dapat mengendalikan emosinya, mulai menunjukkan rasa percaya diri, serta mulai dapat menjaga diri sendiri
Anak mampu ber- interaksi, dan mulai mematuhi aturan, dapat mengendalikan emosinya, menunjukkan rasa percaya diri, dan dapat menjaga diri sendiri.
KOGNITIF
Anak mampu menyadari keberadaan benda yang tidak   dilihatnya
Anak mampu bereksplorasi terhadap benda yang ada di sekitarnya
Anak mampu mengenal benda dan memanipulasi objek/benda
Anak mampu mengenal konsep sederhana dan dapat mengklasifikasi
Anak mampu mengenal dan memahami berbagai konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari
Anak mampu memahami konsep sederhana dan dapat memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
BAHASA
Anak mampu merespon suara dan mengucapkan satu kata yang bermakna
Anak mampu mengerti isyarat dan perkataan orang lain serta mengucapkan keinginannya secara sederhana
Anak dapat men- dengangarkan, dan ber- komunikasi secara lisan dengan kalimat sederhana
Anak dapat mendengarkan, berkomunikasi secara lisan serta memiliki perbenda- haraan kosa kata yang semakin banyak
Anak dapat berkomunikasi secara lisan, memiliki perbenda- haraan kata-kata dan mengenal simbol-simbol
Anak dapat berkomunikasi secara lisan,  memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk per- siapan membaca, menulis dan berhitung
FISIK/motorik
Anak mampu menggerakkan tangan, lengan, kaki, kepala dan badan
Anak mampu menggerakkan anggota tubuhnya (latihan kekuatan otot tangan, otot punggung dan otot kaki) untuk menjaga keseimbangan
Anak mampu melakukan gerakan seluruh anggota tubuhnya secara  terkoordinasi
Anak mampu melakukan gerakan secara te koordinasi untuk kelenturan, dan keseimbangan
Anak mampu melakukan gerakan tubuh  secara ter- koordinasi untuk kelenturan, kelincahan, dan keseimbangan
Anak mampu melakukan gerakan tubuh secara ter- koordinasi kelenturan sebagai  keseimbangan, dan kelincahan
SENI
Anak mampu bereaksi terhadap irama yang didengarnya
Anak mampu meniru suara dan gerak secara sederhana
Anak mampu melakukan berbagai gerakan anggota tubuhnya sesuai dengan irama dapat mengekpresi-kan diri dalam bentuk goresan sederhana
Anak mampu melakukan berbagai gerakan sesuai irama , menyajikan dan berkarya seni
Anak mampu meng- ekspresikan diri dengan meng- gunakan berbagai media/bahan dalam berkarya seni melului kegiatan eksplorasi
Anak mampu meng- ekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan imajinasi dan menggunakan berbagai media/bahan menjadi suatu karya seni.

Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini

HAKIKAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A.  Pengertian
     1.   Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (eksplosif).

2.   Pendidikan Anak Usia Dini
 Pendidikan anak usia dini adalah  suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.

B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
a.  PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
b. PAUD bertujuan:

  1. Membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab;
  2. Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual,   emosional, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
C. .    Prinsip-Prinsip  Pendidikan  Anak Usia Dini
Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut  :

1. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.

2. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

3. Bermain sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain
Bermain merupakan cara belajar anak usia dini. Melalui bermain anak bereksplorasi untuk mengenal lingkungan sekitar, menemukan, memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, dan kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. Ketika bermain anak membangun pengertian yang berkaitn dengan pengalamannya. 

4. Lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan bermain anak.

5. Berpusat pada anak
Pembelajaran di PAUD hendaknya menempatkan anak sebagai subyek pendidikan. Oleh karena itu, semua kegiatan pembelajran diarahkan atau berpusat pada anak. Dalam pembelajaran berpusat pada anak, anak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, mengemukakan pendapat dan aktif melakukan atau mengalami sesndiri. Pendidik bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator.

6. Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini menggunakan pembelajaran terpadu. Dimana setiap kegiatan pembelajaran mencakup pengembangan seluruh aspek perkembangan anak. Hal ini dilakukan karena antara satu aspek perkembangan dengan aspek perkembangan lainnya saling terkait. Pembelajaran terpadu dilakukan dengan menggunakan tema sebagai wahana untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak secara utuh.

7. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Proses pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan berbagai kecakapan hidup agar anak dapat menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab, memiliki disiplin diri serta memperoleh keterampilan yang berguna bagi kelangsungan hidupnya.

8. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran memanfaatkan lingkungan sekitar , nara sumber dan bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru. 

9. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang–ulang
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Untuk mencapai pemahaman konsep yang optimal maka penyampaiannya dapat dilakukan secara berulang

10. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.

11. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk memudahkan anak memenuhi rasa ingin tahunya.

Makalah PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Pendahuluan
Usia di bawah lima tahun (balita) adalah usia yang paling kritis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Termasuk juga pengembangan intelegensi hampir seluruhnya terjadi pada usia di bawah lima tahun. Kalau seseorang sudah terlanjur menjadi pencuri atau penjahat, maka pendidikan Universitas bagi orang tersebut boleh dikatakan tidak berarti apa-apa. Sebagaimana halnya sebatang pohon bambu, setelah tua susah dibengkokkan. 

Anak-anak pada usia di bawah lima tahun memiliki intelegensi laten (potential intelegence) yang luar biasa. Namun pada umumnya para orangtua dan guru hanya bisa mengajarkan sedikit hal pada anak-anak. Sesungguhnya anak-anak usia muda tidak “complicated” (ruwet) dalam belajar, tetapi orangtua atau guru yang bermasalah. Pada umumnya kita selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka tidak seperti yang kita inginkan. Hal ini lebih banyak disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman kita terhadap perkembangan jiwa anak, sehingga kita sering memperlakukannya dengan tidak/kurang tepat. 

Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi. Kebanyakan orang tidak mengenali dan memahami kemampuan 'magic' yang ada pada anak-anak. Mereka hanya bisa berkata, "Saya tahu anak-anak belajar lebih cepat", tetapi mereka tidak tahu seberapa cepat anak-anak bisa belajar. Karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan orang tua dan guru-guru maka potensi luar biasa yang ada pada setiap anak sebagian besar tersia-siakan. 

Umumnya orang siap mengorbankan waktu bertahun-tahun dan uang berjuta-juta rupiah untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi ; untuk apa ? --- untuk mendapatkan sedikit tambahan intelegensi, karena sedikitnya kemampuan sel-sel otak yang tersisa. Sebaliknya orang kurang memperhatikan pendidikan anak-anak pada usia muda. Anak-anak usia belia memiliki bermilyar-milyar sel-sel syaraf otak yang sedang ber-kembang dan memiliki kemampuan yang dahsyat….serta daya memory yang kuat. Maka pendidikan yang me-nanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan (pengembangan intelegensi/kecerdasan, karakter, kreativitas, moral, dan kasih sayang universal) sangatlah perlu diberikan pada anak-anak sejak usia muda. 

Oleh karena itu Pendidikan Pre-School dan Taman Kanak-Kanak tidak boleh dianggap sepele dan diabaikan. Bahkan pendidikan bayi sejak usia nol tahun (baru lahir) atau bahkan sejak bayi masih dalam kandungan sudah saatnya dikembangkan. Guru-guru dan fasilitas yang terbaik semestinya diprioritaskan pada lembaga pendidikan kanak-kanak. Dedikasi yang tulus dari guru-guru dan dukungan sepenuhnya dari orangtua anak akan menjamin keberhasilan pendidikan anak-anak. 

Kerjasama yang baik antara guru dengan orang tua anak sangat diperlukan.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu: 
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. 
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah. 

Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.

B. Perkembangan Anak Usia Dini
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim.

Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini, tampaklah bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan anak usia dini, yakni: 1) materi pendidikan, dan 2) metode pendidikan yang dipakai. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 menegaskan bahwa, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 

Menyikapi perkembangan anak usia dini, perlu adanya suatu program pendidikan yang didisain sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Kita perlu kembalikan ruang kelas menjadi arena bermain, bernyanyi, bergerak bebas, kita jadikan ruang kelas sebagai ajang kreaktif bagi anak dan menjadikan mereka kerasan dan secara psikologis nyaman. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini dikemukan bagaimana Mantessori mendisain program perkembangan anak usia dini. 

Banyak pendapat dan gagasan tentang perkembangan anak usia dini, Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang normal dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai usia enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu juga dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak usia dini. Karena perkembangan mental usia-usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun-tahun awal ini anak-anak memiliki periode-periode sensitive atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak-anak berkembang pada asa yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka.

Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut: 
Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat menyerap pengalaman-pengalaman melalui sensorinya. 
Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap). 
Masa usia 2 - 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam). 
Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 - 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca. 

Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan) pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan yang meningkatkan keterampilan.

Tokoh pendidikan ini sangat menekankan bahwa untuk usia dini bahkan juga untuk mereka yang dewasa, kegiatan pembelajaran dan pendidikan itu bagaikan kegiatan-kegiatan yang disengaja namun sekaligus alamiah seperti bermain di taman. Bagaikan keluarga yang sedang mengasuh dan membimbing anak-anak secara alamiah sesuai dengan kodrat anak di sebuah taman. Anak-anak yang mengalami suasana kekeluargaan yang hangat, akrab, damai, baik di rumah maupun di sekolah, serta mendapatkan bimbingan dengan penuh kasih sayang, pelatihan kebiasaan secara alami, akan berkembang menjadi anak yang bahagia dan sehat. 

Anak-anak yang memiliki motivasi kuat untuk belajar akan mempunyai masa depan yang cerah diwarnai penemuan, kesempatan, dan kontribusi. Mereka memiliki kecenderungan alami untuk menguasai hal-hal tersebut yang akan membuatnya sukses pada abad ke 21, serta mendapat manfaat dari segala perubahan positif dalam masyarakat. Mereka yang memiliki motivasi belajar yang kuat mungkin saja akan menghadapi kendala-kendala dari sebuah ketidakadilan, tetapi kendala tersebut bukanlah musuhnya. Mereka akan menjadi orang-orang yang paling cocok untuk belajar bagaimana menghadapi kendala tersebut. Mareka akan menjadi orang yang paling mampu berkreasi dan mencapai kesuksesan karena hasil terbaik dalam IPTEK, penelitian, dan kesenian tidak dapat dipaksakan dari hati yang mengerdil.

Neil Postman seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an sangat mencemaskan akan hilangnya masa kanak-kanak dalam kehidupan anak. Sistem pendidikan, terutama pada pendidikan anak usia dini terjebak dalam suatu pemikiran yang tidak memberi kesempatan pada anak untuk bertumbuh memekarkan dirinya sesuai dengan potensi dan keunikan yang mereka miliki sebagai anak. Padahal anak perlu menjadi anak untuk dapat menjadi manusia dewasa. Tercerabutnya para belia ini dari masa kanak-kanaknya, dikhawatirkan akan menggelincirkan kehidupan mereka menjadi masyarakat yang infantile, suatu masyarakat yang kekanak-kanakan. Untuk itu akan akan dilakukan beberapa kajian ilmiah terkait dengan teori-teori klasik dan kekinian yang diharapkan dapat membangun pola pikir yang sama dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi belia kita, anak-anak usia dini di Indonesia.

1. Teori Perkembangan
Memunculkan prinsip teoritis dalam naskah akademik ini sangat penting untuk membangun kesepaham sebagai usaha memberikan pelayanan pendidikan yang baik terhadap pendidikan anak usia dini. Berbagai teori klasik yang ada hingga teori-teori kekinian yang ada merupakan sebuah perjalanan panjang bagaimana dunia pendidikan selalu berubah memberikan solusi terbaik dalam rangka membangun manusia yang mulia cerdas dan baik (good and smart). Beberapa teori yang akan diungkapkan secara ringkas antara lain : 
Teori Perkembangan Kognitif oleh Piaget 

Ada beberapa tahap perkembangan kognitif yang digagas Piaget :
- Tahap Sensomotoris ( usia 0 hingga 18 bulan )
- Tahap Praoperasional ( usia 1 bulan hingga 6 atau 7 tahun )
- Tahap Konkrit Operasional ( usia 8 tahun hingga 12 tahun )
- Tahap Formal Operasional ( usia 12 tahun hingga usia dewasa )

Anak usia dini yang berusia 4 hingga 6 tahun berada pada tahapan ini. Di mana anak mampu berfikir tentang obyek benda, kejadian, atau orang lain. Anak sudah mulai mengenal symbol berupa kata-kata, angka, gambar dan gerak tubuh. Namun cara berfikir ini masih tergantung pada obyek konkrit dan rentang waktu kekinian, sserta tempat di mana ia berada. Mereka belum mampu berfikir abstrak sehingga symbol-simbol yang konkrit sangat dibutuhkan untuk dapat dipahami mereka. Misalnya dalam mengenalkan angka mesti diiringi dengan obyek nyata berupa gambar atau benda-benda lainnya yang jumlahnya sesuai dengan angka tersebut. Selain itu anak juga belum mampu mengaitkan waktu sekarang dengan waktu lampau. 
Teori Perkembangan Psikososial oleh Erik Erikson 

Erikson (1902-1994) membagi tahapan perkembangan psikososial ini ke dalam delapan rentang perkembangan, yang dalam rentang usia 3 hingga 6 tahunan tengah berada dalam tahapan Inisiatif. Menurut Erikson rentang inisiatif ini berada dalam perkembangan emosi. Peran guru sebagai penidik mesti mampu menghadirkan emosi positif dalam mengringi proses pendidikan. Hal ini akan membantu anak dalam mengelola konflik-konflik yang terjadi akibat benturan emosi positif dan emosi negative dalam pergaulan sehari-hari mereka yang berhubungan antarmanusia dan lingkungannya. Seorang anak dengan perkembangan emosi yang baik pada tahap sebelumnya akan berpotensi berkembang kea rah yang positif. Mereka kreatif, antisius melakukan sesuatu, suka bereksperimen, berimajinasi, berani mengambil risiko dan senang bergaul dengan sesame teman. Namun semua ini tergantung pada kondisi yang disiapkan pendidik kepada mereka. Jika anak-anak suka dipuji dan hasil karyanya dihargai tentu saja akan menumbuhkan eosi positif yang berguna menguatkan perkembangan kepribadiannya. Sebaliknya jika ia suka dikritik, dilabel sebagai anak nakal tentu saja akan muncul emosi negative yang akan menumbuhkan rasa bersalah pada diri mereka sebagai anak. Pada saat tertentu rasa bersalah mesti dihadirkan yang membantu membangun rasa tanggung jawab yang dalam kepatutan akan mendukung tumbuhnya karakter baik pada diri anak. Semakin rasa tanggung jawab tumbuh dalam diri anak maka rasa inisiatif akan semakin berkembang dalam diri mereka. 
Teori Sosio-Kultural oleh Vygotsky 

Vygotsky (1896-1934) sangat setuju dengan adanya pesan budaya dalam proses pembelajaran di sekolah. Ia mengatakan bahwa kontribusi budaya, interaksi social, dan sejarah dalam pengembangan mental individual sangat berpengaruh, khususnya dalam perkembangan bahasa, membaca dan menulis pada anak. Pembelajaran yang berbasis pada budaya dan interaksi sosial mengacu pada perkembangan fungsi mental tinggi, yang terkait dengan aspek sosio-historis-kultural. Ketiga hal ini akan sangat berdampak terhadap persepsi, memori dan berpikir anak. Ia menganjurkan pentingnya melakukan interaksi sosiokultural yang menjadi sarana atau tools di dalam proses pembelajaran di sekolah. Pengalaman-pengalaman anak yang mempertemukannya dengan budaya dibutuhkannya untuk dapat meraih “Zone of Proximal Development.” Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mengaitkan berbagai aspek pembelajaran yang ada dalam kurikulum dengan pengalaman nyata yang dijalani anak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Metodologi yang efektif terkait dengan pengajaran dalam kelompok besar yang utuh, pengajaran melalui objek nyata, beragam gaya belajar, pengajaran adaptif dan individual, pembelajaran tuntas, pembelajaran kooperatif, pengajaran langsung, penemuan, konstruktif, melalui tutor sebaya sangat dibutuhkan anak agar ia dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk belajar.

Khusus terhadap pendidikan anak usia dini teori konstruktivisme modern oleh Vygotksy dibagi dalam tiga tahap yaitu:
1) Tahap Zona Perkembangan (Zone of Proximal Development (ZPD)).
Suatu ide bahwa anak usia dini belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Artinya, suatu jarak antara keterampilan yang sudah dimiliki oleh anak dengan keterampilan baru yang diperoleh dengan bantuan dari orang dewasa (adult/caregiver/orang tua/guru) atau orang yang terlebih dahulu menguasai keterampilan tersebut (knowledgeable person/peer/siblings). Zone of Proximal Development dihadirkan di tengah lingkungan dengan fitur yang sekaya mungkin sehingga memberikan kesempatan melimpah bagi anak untuk membangun konsep dan internalisasi pemahaman dalam dirinya tentang berbagai hal sehingga anak memperoleh rangsangan yang kuat untuk mempelajari suatu konsep bagi pemahamannya dengan cara terbaik.

2) Tahap Pemagangan Kognitif atau cognitive apprenticeship.
Adalah suatu istilah untuk proses pembelajaran di mana guru menyediakan dukungan kepada anak usia dini dalam bentuk scaffold hingga anak usia dini berhasil membentuk pemahaman kognitifnya. Pemagangan kognitif atau cognitive apprenticeship juga merupakan suatu budaya belajar dari dan di antara teman sebaya melalui interaksi satu sama lain sehingga membentuk suatu konsep tentang sesuatu pengalaman umum dan kemudian membagikan pengalaman membentuk konsep tersebut di antara teman sebayanya (Collins, Brown, and Newman1989). Wilson and Cole (1994) mendeskripsikan ciri khas pemagangan kognitif yaitu “ heuristic content, situated learning, pemodelan, coaching, articulation, refleksi, eksplorasi, dan ”order in increasing complexity”.

3) Scaffolding atau mediated learning,
Yaitu dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting dalam pemikiran konstruktivis memodern. Scaffolding is adjusting the support offered during a teaching session to fit the child’s current level of performance ” .Scaffolding sebagian besar ditemukan dilakukan oleh orang dewasa (adult/care giver/parent/teacher) atau orangyang lebih dahulu tahu (knowledgeable person/siblings/peer) tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh anak usia dini. 
Teori Perkembangan Moral oleh Kohlberg dan Thomas Lickona.
Kohlberg sebagai pakar perkembangan moral, bertumpu pada teori Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan afektif (affective development) terjadi pada anak usia 1 hingga 5 tahun. Saat itu anak berada pada ”self oriented Morality”. Sebagai tahapan awal dari perkembangan moral kondisi ini merupakan “the Golden Rule” karena pada tahapan ini mulai tumbuh “mutual respect” pada diri anak. Kepada mereka mulai dapat dikenalkan sopan santun, dan perbuatan baik lainnya, walau terkadang mendapat pertentangan karena mereka sulit diatur dan berada pada masa egosentris. Berbenturannya antara berfikir egosentris dengan mutual respek merupakan arena yang mengasyikkan bagi tumbuhnya transformasi nilai-nilai pada diri anak. Kebajikan akan tumbuh melalui serangkaian proses panjang yang melibatkan dan mengasah logika serta emosi saling berbenturan. Namun dari kondisi inilah akan muncul kecerdasan emosi yang akan menjaga pertumbuhan moral anak dapat berjalan semestinya. Thomas Lickona, bapak karakter dari Cortland University menyatakan bahwa pada usia 4 hingga 6 tahun anak tengah berada pada tahap ”PATUH TANPA SYARAT” (Authority Oriented Morality). Pada fase ini anak meperlihatkan sikap penurut, mudah diajak kerjasama, dan mau mengerjakan perintah orang tua dan guru. Namun terkadang juga muncul sifat egosentrisnya sebagai bentuk bahwa perkembangan moral pada diri mereka tengah mencari bentuk. Ada beberapa karakteristik perkembangan moral pada fase ini, yakni: 

- Menganggap orang dewasa sebagai makhluk serba tahu
- Dapat menerima pandangan orang lain
- Mudah terpengaruh dengan kenakalan sebayanya
- Suka mengadu jika dinakali teman
- Terkadang cenderung melanggar aturan
- Menghormati kehadiran guru dan orang tua 

Teori Ekologi dan Kontekstual oleh Bronfenbrenner 
Bronfenbrenner mengembangkan teori perkembangan anak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mencakup kehidupan manusia. Ringkasnya teori ini mengatakan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh konteks mikrosistem (keluarga, sekolah dan teman sebaya), konteks mesosistem (hubungan keluarga dan sekolah, sekolah dengan sebaya, dan sebaya dengan individu), konteks ekosistem (latar sosial orang tua dan kebijakan pemerintah), dan konteks makrosistem (pengaruh lingkungan budaya, norma, agama, dan lingkungan sosial di mana anak dibesarkan.
Teori Bronfenbrenner ini membantu memberikan penjelasan kepada para pendidik untuk memahami berbagai risiko yang dapat mempengaruhi proses perkembangan anak secara negatif misalnya masalah kemiskinan, kekerasan pada anak, dan konflik dalam keluarga. Seorang guru akan menjalin hubungan dengan anak yang memiliki latar negatif dengan memberikan perhatian khusus yang tidak didapatkan anak dari lingkungannya.

2. Mendeteksi Perkembangan Anak Sejak Usia Dini
Di lapangan sering ditemukan kasus-kasus yang berakibat sudah terlalu jauh, sehingga bantuan yang diperlukan untuk me“normal“kan kembali perkembangan anak memakan waktu yang tentunya lebih lama pula. Perlu ditekankan disini bantuan yang harus diberikan bagi anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan merupakan satu „proses belajar“, dimana kita harus mengetahui tahapan-tahapan yang harus dilalui anak sesuai dengan pada saat perkembangan itu mulai berhenti atau mengalami gangguan. Oleh karena itu program yang dibutuhkanpun menjadi berbeda-beda pula dari satu anak ke anak yang lain, karena kemampuan mereka juga berbeda. 

Jadi kita sebagai Orangtua/pendidik yang akan melatih anak tsb harus mengetahui dengan tepat tahapan dimana dan kapan perkembangan itu berjalan ditempat. Kalau perlu juga melalui kerjasama dengan lembaga terapi atau ahli perkembangan anak. Mengenai istilah untuk jenis bantuan tsb, seperti misalnya „sensori integrasi (SI) atau sering disebut juga “basic stimulation“ dll tidak perlu dipermasalahkan, yang penting disini adalah Taman Bermain tempat anak di sekolahkan memiliki orang-orang yang ahli untuk mengobservasi anak ,sehingga gangguan-gangguan perkembangan anak dapat terdeteksi sejak dini. Orang-orang ini harus betul-betul mengerti masalah perkembangan anak secara „holistik“ dan dapat membuat program pelatihan yang tepat bagi setiap anak yang membutuhkan, sehingga target untuk me“normalkan“ kembali perkembangan anak itu bisa tercapai sesuai harapan. 

Siapakah yang mampu mendeteksi anak yang mengalami hambatan perkembangan? Jawabannya adalah seorang ahli tumbuh kembang anak yang mengerti permasalahan anak secara “holistik“ artinya yang benar-benar mengerti secara keseluruhan perkembangan anak dan hambatan-hambatannya dan yang memahami bahwa tidak ada bagian dari perkembangan anak yang dapat berkembang dengan sendirinya tanpa mendapatkan „input“ , rangsangan/stimulasi dari luar. 

Bila kita memperhatikan perkembangan anak dengan cermat, maka kita akan melihat dengan jelas adanya satu proses pergantian perkembangan antara motorik, persepsi, psikis, kemampuan berbicara dan berpikir. Selain itu kita juga akan melihat perkembangan biologisnya yang menyangkut gizi dan perkembangan ini juga sama pentingnya, namun tema ini tidak disinggung disini, karena terlalu khusus dan memerlukan keahlian tentang gizi. Seorang ahli perkembangan anak harus mengetahui permasalahan perkembangan anak sampai sekecil-sekecilnya, agar dia mudah mengerti dan memahami tahap-tahap stimulasi yang dibutuhkan masing-masing anak. Sehingga perkembangan anak dapat berjalan semakin lancar dan bagian-bagian yang mengalami hambatan dapat dipulihkan, dan dengan itu membuat perkembangan anak secara keseluruhan yang tadinya berjalan ditempat bisa berkembang „normal“ kembali sesuai usianya.

Melalui kerjasama antara pendidik di sekolah, terapis/shadow teacher dan orangtua di rumah, tidak berarti harus mengerjakan program yang identis/sama, melainkan hanya memberikan stimulus/rangsangan yang serupa dan boleh dengan tema yang berbeda, hambatan/kesulitan dalam perkembangan anak dapat diatasi dengan baik. 

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) sejak tahun 1980, namun implementasinya belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua. Kemudian pada tahun 2001, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan program tersebut sampai saat ini belum menjangkau tingkat pedesaan secara merata, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Di Indonesia sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia telah ditempatkan sejajar dengan pendidikan lainnya. Bahkan pada puncak acara peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan pelaksanaan pendidikan anak usia dini di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak Indonesia (Direktorat PAUD, 2004). 

1. PAUD Berbasis Aqidah Islam 
Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni (1) berkepribadian Islam,(2) menguasai tsaqofah Islam, dan (3) menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa. 

Setiap orang harus siap untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan itu sebuah sunatullah dan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Sebagaimana ditegaskan didalam sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya... (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar). 

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan. 

Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan dapat terjadi di mana saja, sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya proses tersebut dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan. 

Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan, maka keberadaan kurikulum pendidikan yang integral menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Kurikulum pendidikan integral sangatlah khas dan unik. Kurikulum ini memiliki ciri- ciri yang sangat menonjol pada arah, azas, dan tujuan pendidikan, unsur-unsur pelaksana pendidikan serta pada struktur kurikulumnya. 

Azas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Azas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua komponen penyelenggara pendidikan. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai azas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. Oleh sebab itu, implementasi pendidikan anak usia dini adalah PAUD BAI. 

2. Pihak-Pihak yang Berperan dalam PAUD 
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga. Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga. 

Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah?masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya. Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing?masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai penyelenggara urusan negara bertanggung jawab dalam proses pendidikan generasi. 

Selain keluarga dan sekolah, partai dan organisasi masyarakat seperti majelis ta’lim, mempunyai peran dalam melahirkan generasi berkualitas pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Oleh sebab itu, partai dan ormas ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar. Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi cerdas, generasi peduli bangsa, tentu negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi. 

Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat dll. Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar?besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya. 

Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal. Mereka yang memiliki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta cara?cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi. Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka tidak ditujukan semata untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggungjawab negara.
 

Puisi dan Bisnis Pemula Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger