PEMBELAJARAN MEMBACA ESTETIS


Pembelajaran Membaca Indah dan Deklamasi
Pembelajaran membaca indah puisi adalah bagian integral dari pembelajaran apresiasi sastra. Dalam pembelajaran tersebut gurr merancang dan melaksanakannya dengan memilih dan menggunakan dua sudut pandang, yaitu efferent stance dan aesthetic stance (Cox and Zarillo dalam Rubin,1995). Efferent stance ada;lah proses membaca yang memfokuskan perhatian pemaca pada pemahaman isi yang dianalisis dan diperleh stelah membaca. Perolehan itu berupa informasi faktual yang ada dalam bacaan yang dapaat diungkapkan dengan menceritakan kembali, menyimpulkan dan mengaitkan informasi dengan fakta dalam sastra, menganalisis isi, struktur dan gaya bahasa. Aestetic stance adalah cara membaca yang lebih memfokuskan dan pemertalian pengalaman kehidupan melalui buku-buku yang relevan dengan pengalaman yang menyentuh perasaan pembaca. Pembaca mengambarkan hubungan pengalaman dan perasaan dengan sesuau yang lain, menikmati gaya artistic pengarang dan keterlibatan dalam sastra.
            Membaca indah mengandung arti mengungkapkan suatu ide dengan perantaraan  bunyi bahasa dan mengsankan (Ichsan,1987:117). Membaca indah biasa juga disebut deklamasi puisi. Keduanya mempunyai banyak persamaan dan perbedaan. Persamaannya masing-masing ditanda adanya tuntutan membaca indah  dengan (a)  lafal yang jelas  (b) intonasi yang beragam,  (c) mimik dan gerak anggota badan yang sesuai dengan yang dilafalkan. Perbedaaannya , deklamasi  mutlak ada gerak anggota badan sedang sedang membaca puisi tidak mutlak.
            Membaca indah menurut Muchlisoh (1992) adalah jenis membaca yang berkaitan dengan keindahan atau estetika yang dapat menimbulkan emosi atau perasaan dari pembaca atau pendengarnya. Muh. Ali (1982) mengemukakan bahwa membaca puisi secara indah merupakan suatu bentuk membaca yang mengharapkan pembaca untuk:
  1. Memiliki suara atau vokal yang jelas  dan mampu membentuk bermacam-macam   irama atau mampu  mengubah-ngubah warna suara;
  2. Mampu mengubah raut wajah (mimik sesuai dengan apa yang dirasakan dan   diucapkan;
  3. Dapat menguasai anggota tubuh untuk menggerakkannya secara refleks dan wajar   sebagai sarana penunjang untuk menyeimbangkan ucapan dan perasaan
            Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa membaca indah adalah suatu proses membaca yang mengharuskan pembaca: (a)  melafalkan larik demi larik puisi dengan lafal yang jelas, lancar dan tepat disertai (b) intonasi (tempo-nada-tekanan-jeda) yang sesuai, (c) dan mimik wajah serta gerak anggota badan yang sesuai dengan nuansa emosiona yang dikandung larik/bait puisi tersebut.

Siswa SD dan Penguasaan  Intonasi  Dasar
             Apa yang dimaksud dengan Intonasi?  Menurut Keraf adalah kerjasama antara tekanan, nada, tekanan waktu dan perhentian yang menyertai suatu tutur dari awal hingga ke perhentian akhir.( 1980:43). Sedangkan menurut Sutan Takdir Alisyahbana, yang  diitilahkan dengan irama bahasa adalah ucapan bunyi bahasa yang turun naik, panjang pendek, keras lembut yang sejalan dengan gerak jiwa seseorang yang mengucapkannya (1978:30). Pendapat yang relatif sama oleh Ady Asmara (1981:26) dengan  istilah yang berbeda , yakni lagu tutur  yang menyangkut seperti aksen, nada, irama, tempo, dan jeda.
Berbicara tentang intonasi  dan komponen penting yang terkait di dalamnya terdiri atas tiga, yakni, tempo . tekanan, dan nada . Tempo terkait dengan panjang pendeka suara saat membaca indah, tekanan berkaitan dengan keras lembutnya suara pada saaat membaca indah, dan nada berkaitan dengan tinggi rendahnya suara saat membaca indah. Adapun jeda berkaitan dengan perhentian sejenak lalu dilanjutkan pada saat membaca indah.
            Intonasi kaitannya dengan membaca puisi dapat dibedakan atas intonasi dasar yang tunggal dan intonasi dasar yang majemuk. Intonasi dasar yang tunggal adalah intonasi yang melibatkan tempo, tekanan, nada dalam suatu jenis suasana emosi pada waktu membaca puisi, misalnya emosi sedih, emosi marah, emosi gembira. Intonasi dasar sedih karakteristiknya: (a) temponya lambat, (b) nadanya rendah, (c) tekanannya lembut. Msalnya puisi yang berjudul Doa, Menyesal, Indonesiaku Menangis, dans sebagainya.  Intonasi dasar marah, karakteristiknya: (a) temponya cepat, (b) nadanya tinggi, (c) tekanannya keras. Misanya puisi yang bertema Kepahlawanan seperti ”Diponegoro”, Guru Pejuang Bangsa. Adapun intonasi dasar gembira karakteristinya: (a) temponya antara lambat dan cepat, (b) nadanya antara tinggi dan rendah atau sedang, (c) tekanannya antara keras dan lembut atau sedang. Puisi yang biasa dibaca dengan intonasi sedih misalnya  puisi yang bertema deskripsi alam yang indah, perkawinan, dan sebagainya. Berikut ini contoh puisi yang dibaca dengan intonasi dasar sedih  dan intonasi dasar tegas/marah, dan puisi berintonasi gembira.                             

Di Kala Ku Berdoa
Elviani
Di kala ku berdoa
Ada rasa damai di hati
Di kala ku berdoa
Air mata ini jatuh
Satu-satu di pipi
Di kala kuberdoa
Kusadari siapa diriku!
Tidak putih, Tuhan
Ketika  ku berdoa
Kudengar bisikanmu menyejukkan
Seakan menghapus keresahan
hatiku
Terima kasih Tuhan
Atas kasih sayang-Mu padaku

Pahlawan Gagah Berani
Ester Hana Widyastuti
Pahlawan kusuma bangsa
Kau berkorban demi negara
Tiada pernah gentar
Dalam mengusir penjajah
Pahlawan gagah berani
Rela berkorban jiwa raga
Demi kemerdekaan bangsa
demi kejajayaan negara
Pahlawan gagah berani
Telah menyatu dengan bumi
Kau guru demi ibu pertiwi
Jasamu akan kukenang sampai nanti

Pancaran Hidup
Amal Hamzah
Di pagi hari
Aku berangkat kerja
Tanpak olehku seorang lelaki
Mengorek-ngorek tong nasi
Sepintas hatiku sedih
Terasa miskin badan sendiri
Di tengah kekayaan alam negeri raya
Awak menjadi peminta-minta
Lalu mataku menoleh ke badannya
Tampak tegap teguh semata
Tiada cacat membuat celaka
Hatiku marah
Orang begini tak perlu dikasihani
Di dunia Allah penuh reski
Ia tinggal bermalas diri

Hari Libur
Ashari Mubaraq
 Hatiku gembira
 Ujian usai sudah
 Raport ku terima
 Aku rangking pertama
Esok aku mau libur
Liburan kuhabiskan di rumah nenek
Sambil melepas rindu
Kunikmati damainya desa
Tiap hari...
Kutelusuri pematang sawah
Bernyanyi riang
Menyambut kicau burung
Satu minggu sudah
Hari libur hasbis
Aku harus pulang
Selamat tinggal panorama...
Selamat tinggal nenek

            Sedangkan intonasi dasar yang majemuk adalah intonasi yang melibatkan tempo, nada, tekanan dalam beberapa suasana emosi yang berbeda pada saat membaca puisi tertentu. Atau puisi yang harus dibaca dengan intonasi dasar sedih, gembira, dan marah karena di dalamnya ada hal-hal yang berkaitan dengan ketiga emosi tersebut.  Misalnya:
             Implikasi kelasifikasi tersebut di atas, pembelajaran membaca indah di SD di kelas menengah ( 3-4) perlu penekanan pada aspek penguasaan tiga jenis  intonasi dasar, yakni  intonasi sedih, marah, gembira.  Menekankan ketiga intonasi dasar tersebut dalam pembelajaran membaca indah/deklamasi, siswa secara bertahap dapat menguasai dan menerapkan ketiga jenis intonasi dasar tersebut pada saat membaca puisi- puisi yang berintonasi dasar yang  tunggal (hanya gembira atau marah/tegas). Dengan demikian, pada saat di kelas 5-6 mereka tidak kesulitan atau semakin terampil membaca puisi yang berintonasi dasar yang majemuk
            Dengan penekanan ketiga intonasi dasar tersebut, guru harus menjelaskan ciri  dan memberi contoh tentang mimik yang sedih, marah, dan gembira. Mimik sedih ditandai wajah yang murung, mata yang redup, dan kadang kala mata berlinang air mata. Mimik marah ditandai dengan mata yang melotot, muka yang merah. Sedangkan mimik yang gembira ditandai wajah yang berbinar-binar, raut wajah yang  cerah, mulut terhiaskan senyum simpul.
            Manakala siswa telah terampil menerapkan ketiga jenis intonasi dasar disertai dengan mimik yang sesuai pada saat membaca puisi yang berintonasi dasar yang tunggal secara bergantian dengan tepat, maka siswa akan terampil pula membaca puisi yang berintonasi dasar yang majemuk. Misalnya sebagai berikut:

KASIH IBU
Sitti Atika (SD Mangkurat IV UP)
Penuh kasih engkau nina bobokkan aku
Penuh cinta engkau suapi aku
Tangisku, rintihanku dan rengekanku
Tetap membuatmu tersenyum tulus
Kasihmu seluas samudra
Cintamu sedalam lautan
Sayangmu setinggi gunung
Dengan apa aku harus membalasmu
Ibu...
Di dunia ini tiada banding kasihmu
Dalam deritamu
Engkau tetap tabah mengasuh dan mendidikku
Ibu...
Engkau adalah matahariku
Engkau adalah rembulanku
Doaku bersamamu selalu
Semoga rahmat Allah atasmu
Prinsip Pembelajaran Membaca Indah
              Agar pembelajaran apresiasi sastra puisi atau prosa dapat terlaksana secara bermakna dan menarik bagi siswa, Rosenblatt (dalam Gani,1988:1) menyetakan beberapa yang prinsip yang perlu diperhatikan . Yakni, antara lain:
a.       Siswa harus diberi kebebasan untuk menampilkan respon dan reaksinya
             Prinsip ini mengisyaratkan guru agar tidak menyuruh atau mencekoki siswa dengan pemahaman/ tafsiran berdasarkan  pendapatnya tetapi memberi kesem-patan kepada siswa menampilkan respon atau penafsiran dan reaksi emosional siswa itu sendiri. Biarkan mereka mengungkapkan penafsirannya sesuai penga-laman belajarnya di tengah masyarakat.
b.    Siswa harus di beri kesempatan untuk mempribadikan dan mengkristalisasikan     rasa pribadinya terhadap ciptasastra yang dipelajarinya.
               Prinsip ini memberikan petunjuk bagi guru agar menciptakan suasana yang dapat membuat siswa menghayati, menyadari dalam hati sanubarinya,  dan mau  menjadikan sebagai sikap kepribadiannya atau mau mengamalkan (mempribadikan dan mengkristalisasikan) “makna/pesan luhur” ditemukan siswa pada saat meng-kaji puisi/prosa tertentu . Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan meng-ajukan pertanyaan apresiatif kepada siswa misalnya:
·         Apakah setuju dengan sikap yang tercermin dalam puisi tersebut?
·         Bagaimana tindakannya seandainya  Anda sebagai dia?
·         Sanggupkan Anda berbuat baik seperti dedet dalam cerita /puisi tersebut?
c. Guru harus berupaya untuk menemukan butir-butir kontak di antara pendapat      siswa
         Pada saat pembelajaran apresiasi puisi, pendapat/penafsiran siswa yang satu dengan lainnya saling mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pendapat siswa tersebut harus diupayakan oleh guru sehingga menjadi saling melengkapi menjadi suatu pendapat yang sempurna.  Misalnya, siswa A menyatakan sifat Dedet pe-maaf, penyabar, dan malas. Siswa B mengatakan sifat Dedet pemaaf, pemberani, tekun, dan sombong. Kedua pendapat tersebut digabungkan bahwa melalui proses klarifikasi dalam cerita bahwa Dedet sifatnya sabar, pemberani, pemaaf , tekun dan tidak sombong dan pemalas.

Karakteristik  Puisi Anak SD
            Ciri-ciri yang perlu diperhatikan dalam memilih puisi di SD, menurut Rusyana (Dalam Nadeak, 1985:62) adalah (a) isi sajak harus merupakan pengalaman dari dunia anak sesuai umur dan taraf perkembangan jiwa anak, (b) sajak itu memiliki daya tarik terhadap anak, (c) sajak itu harus memiliki keindahan lahiriah bahasa, misalnya irama yang hidup, tekanan kata yang nyata, permainan bunyi, dan lain-lain, (d) perbendaharaan kata yang sesuai dengan dunia anak.
Sedangkan menurut Sutawijaya, dkk (1992) pusi yang diberikan kepada anak sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD hendaknya memiliki ciri sebagai berikut:
1.  Ciri keterbacaan :
  1. Bahasa yang digunakan dapat dipahami anak, artinya kosa kata yang digunakan dikenal oleh anak,   susunan kalimatnya sederhana sehingga dapat dipahami oleh anak.
  2. Pesan yang dikandung puisi dapat dibaca dan dipahami anak karena tidak           bersifat  diapan (tersembunyi) melainkan bersifat transparan atau eksplisit
  2.  Ciri kesesuaian:
a.       Kesesuaian dengan kelompok usia anak, pada usia anak Sekolah Dasar  menyukai puisi yang membicarakan kehidupan sehari-hari , petualangan, kehidupan keluarga yang nyata.
b.      Kesesuaian dengan lingkungan  sekitar tempat anak berada. Artinya,  anak  yang berada di lingkungan sekitar  pantai akan bersemangat  jika puisi yang diberikan untuk dipelajari adalah puisi yang berbicara tentang pantai. Atau pada musim kemarau, puisi yang diajadikan bahan ajar adalah puisi yang berbicara tentang kemarau.
            Untuk lebih jelasnya,  kita bandingkan kedua  bentuk  puisi berikut ini

LAYANG-LAYANG MILIKKU
S. Sukirnanto
Layang-layang milikku, kumanjakan kau
Membumbung di langit biru
Di alam raya bersama burung-burung yang bebas
Lihatlah dari sana, negeri-negeri yang angkuh?
Satu pesan yang kusampaikan dari bumi ini
Janganlah meninggalkan daku, kemudian kau pergi
Sebab jarak antara kita akan semakin jauh
Di kota ini aku sendiri dengan pijar nasib
Layang-layang milikkku, kumanjakan kau
Membumbung di langit biru
Sampaikan  salam: hidup teguh di sini
Nyanyian bumi dalam ujud puisi

LAYANG-LAYANG KESAYANGANKU
Haksan
Layang-layang kesayanganku
Bagian atasnya hijau
Bagian tengahnya kuning
Bagian bawahnya putih
Ekornya berwarna merah
Angkah indah kupandang
Pada hari Sabtu
Sesudah salat ashar
Saya dan kawan-kawanku
Pergi bermain laying-layang
Di tanah lapang

Puisi yang berjudul “Layang-Layang Milikku” oleh Slamet Sukirnanti tidak cocok diberkan kepad anak Sekolah Dasar. Hal ini dari segi keterbacaan kata kata yang digunakan anak  tak mampu memahaminya dengan baik. Dilihat dari segi ciri kesesuian usia dan lingkungan ,  anak belum mampu memahami hal-hal ang berkaitan dengan politik  yang terkandung dalam puisi tersebut  Sedangkan puisi ”layang-Layang kesanganku” oleh  Haksan dapat dijadikan bahan pembelajaran puisi bagi siswa  Sekolah Dasar karena baik dari segi ciri keterbacaan kata dan isinya maupun dari segi kesesuaian usia dan lingkungannya

Perbedaan Pembelajaran Membaca Indah di Kelas III-IV dan V-VI
            Siswa kelas III-IV dan kelas V-VI memiliki kecerdasan kognitif dan kecer-dasan  emosional yang berbeda. Kecerdasan kognitif siswa kelas 3-4  dapat berpkir logis tentang hal-hal yang bersifat konkret sedang siswa kelas V-VI sudah dapat berpi-kir logis yang  sederhana/tunggal tentang  hal-hal yang bersifat konkret sedangkan siswa kelas V_VI telah dapat berpikir logis yang “kompleks” tentang hal-hal yang bersifat abstrak. Dari segi kecerdasan emosional (Aminuddin, 2004), siswa kelas 3-4 telah dapat memahami dan mengekspresikan secara tunggal jenis emosi tertentu da-lam waktu tertentu, misalnya emosi sedi, gembira , sedangkan siswa kelas V-VI telah memilki kemampuan dasar yang dapat mamahami dan mengekspresikan lebih dari satu jenis dalam waktu tertentu.
            Berdasarkan hal tesebut, pembelajaran membaca indah di kelas III-IV dan di kelas V-VI dapat dibedakan dari berbagai segi, yakni sebagai berikut.
1.      Dari segi pola pembelajaran
            Pola pembelajaran membaca indah di kelas III-IV  adalah G-S-S-G. Artinya, per-tama-tama guru memberi contoh lalu siswa  mencontoh cara membaca guru tersebut lalu pada tahap akhir, guru memperbaiki/ menyempurnakan pembacaan siswa yang masih kurang. Sedangkan di kelas atas, polanya S-S-G. Maksudnya, pembelajaran membaca indah tidak lagi harus mencontoh pada guru tetapi mereka berupaya menampilkan cara terbaiknya dalam membaca puisi. Pembacaan puisi oleh guru pada tahap akhir hanya sebagai perbanding, bahan pembahasan.
2.      Dari segi  kualitas dan kuantitas bimbingan guru
Peranan bimbingan guru dalam membelajarkan siswa terampil membaca indah di kelas III-IV sangat tinggi. Hal ini,  karena guru harus menjelaskan, memberi con-toh   membaca puisi dengan intonasi sedih, marah, dan gembir yang tepat disertai mimik yang sesuai kepada siswa. atau masih bersifat ”terbimbing”. Sedangkan di kelas V-VI, kuantitas dan kualitas bimbingan guru relatif  “dibatasi “untuk memberi kesempatan bagi siswa mengekpresikan kemampuan apresiasinya secara kreatif ; atau bersifat mandiri.
3.      Dari segi puisi yang dibaca/ dideklamasikan
             Puisi yang dideklamasikan di kelas III-IV sebaiknya puisi yang intonasi da-sarnya hanya satu macam, misalnya intonasi gembira, atau intonasi sedih, atau marah/tegas. Sedangkan  puisi yang dipilih sebagai bahan membaca indah/dekla-masi di kelas V-VI adalah puisi  yang intonasi dasarnya majemuk, minimal dua jenis intonasi dasar (sedih-gembira).
4.      Dari segi jumlah puisi yang dibacakan
          Di kelas III-IV puisi yang dijadikan bahan pembelajaran membaca indah hanya  satu macam puisi., misalnya puisi yang berintonasi dasar yang gembira “Hari Libur”. Puisi yang dibaca dan ditafsirkan guru sebagai contoh itu pula yang dibaca dan ditafsirkan siswa sebagai latihan membaca indah di kelas secara bergantian. Di kelas III-IV, siswa tidak mempunyai alternatif memilih puisi yang digemarinya karena hanya satu puisi yang dibaca dan ditafsirkan.
            Adapun di kelas V-VI, puisi yang dijadikan sebagai bahan pembelajaran membaca indah  bisa sampai 5 macam puisi, baik puisi yang berintonasi dasar yang tunggal maupun intonasi yang berintonasi dasar yang majemuk. Puisi-puisi tersebut dipilih oleh siswa sesuai dengan yang mereka senangi . Jadi, puisi yang dibaca guru berbeda dengan yang dibaca oleh siswa, dan di antara siswa/kelompok  ada yang sama dan ada yang  berbeda puisi yang dibaca. 
Namun aspek ini tidak mutlak sifatnya. Artinya dikelas IV cawu 2 atau cawu 3 bisa saja lebih dari satu bilamana kemampuan dasar  membaca puisi siswa telah terbentuk. Yakni, mampu membaca indah puisi yang berintonasi dasar yang tunggal, baik yang sedih dan gembira maupun yang marah/tegas.

Langkah-langlah pembelajaran Membaca Indah di SD
            Membaca indah sebagai suatu kompetensi dasar memiliki prosedur pembelajaran yang perlu diperhatikan. Pustekkom (2004) mengungkapkan bahwa prosedur membaca Indah puisi terdiri atas empat langkah sebagai berikut
1.      Membaca dalam hati
Langkah awal yang perlu diperhatikan dalam membaca indah adalah membagikan lembaran yang berisi puisi untuk dibaca dalam secara berulang-ulang . Fungsinya agar anak memiliki penguasan lafal yang tepat, jelas dan lancar serta dasar-dasar pemahaman dan penghayatan terhadap isi puisi secara tepat.
2.      Menggungkapkan pesan
Setelah anak lancar dan tepat dalam membaca kata demi kata, larik demi larik, anak diarahkan untuk mengungkspkan kesan atau pesan yang terdapat dalam puisi. Dengan pemahaman yang tepat diharapkan anak dapat membaca puisi dengan intonasi, mimik, dan gestur yang tepat dan wajar.
3.      Melibatkan emosi siswa
Agar anak dapat sempurna penghayatannya dalam memaparkan ragam   ekspresi dan intonasi sesuai isi puisi, guru perlu melibatkan emosi anak sesuai isi puisi melalui dialog atau pendeskripsian yang terarah. Dengan pelibatan emosi siswa, diharapkan intonasi dan mimik serta gestur yang ditampilan siswa saat membaca indah suatu puisi dapat mengoptimalkan.
4.      Membaca indah puisi
Setelah emosi anak dilibatkan dan pesan puisi telah diungkapkan oleh anak, langkah selanjutnya anak diberi kesempatan membaca indah puisi. Pada saat membaca puisi, bukan hanya keterampilan melafalkan huruf, pemaparan intonasi dan ekspresi yang tepat yang harapkan dikuasai anak, tetapi juga penguasaan aspek kematangan sikap perlu dikuasai, misalnya, keberanian, percaya diri, rasa rendah hati, tidak dan sikap positif lainnya

Penilaian Membaca Indah di SD
           Menurut Ali, (1982) menyatakan bahwa aspek presentasi ( pembacan puisi)  meliputi vokal, intonasi, mimik dan gestur. Berdasarkan pendapat tersebut, aspek penilaian membaca di SD meliputi: (1) lafal, (2) intonasi, (3) mimik dan gerak tubuh(4) penampilan / sikap.

a. Aspek lafal
Aspek lafal dalam membaca indah sangat berpengaruh terhadap penciptaan suasana menyenangkan bagi pendengar.  Pembaca yang lafalnya tidak tepat sangat mengganggu pendengar, misalnya, kapan diucapkan /kafang/ atau curang diucapkan /curan/. Selain tepat, juga harus lancar dan jelas. Pembaca puisi yang kede-ngaran tidak lancar dan kurang jelas pelafalannya tidak akan menarik perhatian pendengar. Oleh karena itu, membaca indah puisi di SD harus memperhatikan (1) ketepatan lafal, (2)  kelancaran lafal, (3) kejelasan lafal.
b. Aspek Intonasi
            Ada pendapat menyatakan bahwa membaca puisi adalah membangunkan  gagasan penyair yang tertidur dalam sajaknya. Untuk membangunkan gagasan penyair yang tertidur diperlukan kemampuan olah suara atau intonasi yang wajar. Larik atau bait yang di dalamnya terdapat kata marah, sedih, gembira dan maknanya harus dibaca sesuai dengan karakteristik intonasi yang marah, sedih, dan gembira sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya. (bagaian a). Tentu sangat mengge-likan hati pendengar bila puisi yang berjudul “Di Kala Ku berdoa” dibaca dengan tekanan suara yang keras, tempo yang  cepat, nada yang tinggi. Hal ini  karena makna dan keindahan puisi  hilang ditelan oleh kesalahan intonasi tersebut.
c. Aspek mimik
              Aminuddin (1982) mengemukakan bahwa ekspresi wajah dan kelenturan merupakan aspek yang perlu pula diperhatikan oleh pembaca puisi. Dinyatakan  demikian, karena seringkali pembaca puisi menampilkan suasana yang  tegang te-tapi mimiknya tidak menampakkan suasana tegang. Seorang pembaca puisi, bila membaca kata gembira atau larik/baik yang bermakna gembira, disamping intona-sinya harus berciri intonasi gembira harus pula ditunjang dengan mimik yang tersenyum dengan mata yang berbinar, dan wajah yang ceria.
d. Aspek gestur (gerak jasmaniah)
            Bagaimana dengan gerak tubuh? Kapan dilakukan?. Gerak tubuh dilakukan sesuai dengan kata atau larik puisi. Misalnya., pada saat membaca larik  “gunung yang tinggi/ laut yang dalam”, tangan menunjuk ke atas lalu ke bawah secara reflektif.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa  penghayatan perlu pula dijadikan salah satu aspek penilaian membaca indah puisi. Untuk konteks SD, penghayatan merupakan suatu hal yang sangat “abstrak”  sehingga dapat menyulitkan bagi siswa untuk memahaminya. Dan bila ditelusuri secara mendalam, penghayatan nampak pada aspek intonasi dan mimik/gerak. Siswa yang tidak menghayati makna larik/bait puisi , mustahil  dapat  membacanya dengan tepat dan menyenangkan pendengar.

Daftar Bacaan
Abbas, Saleh. 1999. Pembelajaran Membaca Puisi Berdasarkan Pendekatan Proses Membaca di Kelas IV SD Blimbing II Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs IKIP Malang

Abbas, Saleh .2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif. Jakarta. Depdikbud

Asmara, Ady. 1978. Apresiasi Sastra Bagi Pemula. Jakarta : Rieneka Wista

Ali, Muhammad. 1982. Teknik Deklamasi Puisi. Jakarta: Gramedia.

Alisyahbana, Sutan Takdir. 1978. Tatabahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang:Y A 3 Malang.

Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran sastra Indonesia, Analisis dan Respon. Jakarta: Depdikbud Dikti LPTK.

Ihsan, M. 1988. Membaca Indah Puisi. Malang. YA3 Malang.

Junaedi, Moha. 1983. Deklamasi Puisi. Ujung Pandang: FPBS IKIP Ujung Pandang.

Keraf, Gorys. 1978. Tatabahasa Baru.Indonesia. Nusa Indah: Flores.

Depdikbud. 2006. Kurikulum Tingkat Saatuan pendidikan (KTSP). Jakarta. Balai Pustaka.

Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Dirjen Dikti.

Nadeak, Wilson. 1987. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia.

Pustekkom. 2004. Pembelajaran Membaca Puisi di SD. Jakarta. Media Depddikbud

Rubin, D. 1995. Teaching Elementary Language Arts: An Integrated Approach. Boston: Allyn and Bacon

0 komentar:

Posting Komentar

 

Puisi dan Bisnis Pemula Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger