Pengertian Konsumerisme

Jumat, 13 Januari 2017
Konsumerisme merupakan paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan dan menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang – barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk. Menurut Encyclopedia Britanica, Konsumerisme sebagai gerakan atau kebijaksanaan yang diarahkan untuk menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan pengiklan untuk kepentingan pihak pembeli. 

Sassateli (2007) dalam Marisa Liska (2011), menjelaskan istilah “Masyarakat Konsumsi” pertama kali muncul di Barat setelah Perang Dunia II dan dipopulerkan oleh beberapa tokoh sosiologi termasuk Baudrillard. Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan bahwa masyarakat saat itu merupakan salah satu variasi kapitalisme yang dibentuk oleh kegiatan konsumsi yang semakin mencolok. Studi ini, disebut sebagai studi produktivis, menilai bahwa masyarakat konsumsi tidak lain merupakan dampak produksi kapitalis. Dengan kata lain, revolusi industri dinilai sebagai transformasi radikal dalam struktur ekonomi produksi dan menjadi akar revolusi permintaan masyarakat terhadap barang. Dari sudut pandang ini, masyarakat konsumsi dapat dianggap sebagai suatu respon kultural yang secara logis mengikuti aliran transformasi ekonomi secara mendasar. 

Gervasi (Baudrillard, 1998:63) dalam Marisa Liska (2011), menyatakan bahwa pertumbuhan dalam masyarakat konsumsi diiringi dengan kemunculan produk – produk baru yang didorong oleh meluasnya lingkup konsumsi karena meningkatnya pendapatan. Hal ini karena semakin besar pendapatan seseorang, semakin banyak pula hal yang diinginkan. Akan tetapi, pendapatan sebesar apapun jelas tidak akan dapat memenuhi semua permintaan manusia karena keinginan – keinginan itu tidak memiliki batas tertentu. Maka, perilaku konsumsi pun akan terus terjadi dalam ruang dan waktu masyarakat konsumsi. 

Ada dua proses pokok di dalam konsumerisme, yaitu komoditisasi dan dekomoditisasi (Sassateli, 2007:139 dalam Marisa Liska 2011). Kata, komoditisasi terkait dengan dunia periklanan. Sedangkan kata dekomoditisasi berarti bahwa tindakan mengkonsumsi terkandung dalam pemaknaan ulang dan penggunaan kebudayaan material dengan mengubah nilai – nilai komersial sejati dalam suatu barang menjadi berbagai bentuk nilai: kasih sayang, hubungan manusia, simbolisme, status, dan lain sebagainya. 

Baudrillard dalam tulisannya The Consumer Society: myths and structures (1998:50) menyatakan bahwa setiap isu mengenai, kebutuhan berakar pada ide tentang kebahagiaan (le bonheur) dan hal inilah yang menjadi acuan dasar masyarakat konsumsi. Ide-ide tentang kebahagiaan dalam masyarakat tidak muncul secara alamiah dalam diri manusia, melainkan dibentuk secara sosial melalui proses sejarah yang panjang dan menjelma dalam masyarakat modern terkait erat dengan ide – ide kesamaan hak (egalitarian myth). Baudrillard, menyatakan bahwa ide keseimbangan, kesamaan yang berasal dari para idealis tersebut adalah hal yang mustahil secara sosial. Peningkatan kuantitas produk yang beredar dalam masyarakat betapapun besarnya kuantitas barang yang diproduksi, betapapun besarnya kekayaan yang dimiliki memperlihatkan tanda – tanda pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat yang pada titik tertentu menghasilkan kesenjangan. 

Sehingga, kesamaan, kemapanan bagi semua manusia adalah hal yang tidak mungkin terjadi.

Dengan argumen tersebut, Baudrillard menilai bahwa objek yang dikonsumsi dalam masyarakat konsumsi ini sesungguhnya hanyalah tiruan status, seperti yang ia nyatakan dalam kalimat berikut “Objects merely simulate the social essence (status)” Status inilah yang menyebabkan orang tergila – gila pada objek tertentu. Banyak orang, terutama yang berasal dari kelas masyarakat menengah dan bawah yang menggunakan objek sebagai bentuk pembuktian diri demi perjuangan yang dilakukan dengan perasaan putus asa untuk memperoleh suatu status kehormatan. Melihat hal ini, Baudrillard (1998:61) memandang proses konsumsi dalam dua perspektif, yaitu sebagai: 

1. Proses signifikansi dan komunikasi 
Yang berarti konsumsi terjadi berdasarkan aturan tertentu yang memberikannya makna seperti bahasa yang menyampaikan makna dalam komunikasi. 

2. Proses klasifikasi dan diferensiasi sosial 
Yang berarti objek telah menjadi nilai status dalam suatu hierarki dan konsumsi mendistribusikan nilai – nilai tersebut. 

Baudrillard (2004) Pada masyarakat konsumsi orang – orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya namun lebih dikarenakan faktor gaya hidup, demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk dari suatu iklan ataupun proses promosi. Terlepas dari nilai guna dan manfaat dari suatu barang, masyarakat konsumsi membeli dikarenakan atas makna yang melekat dari produk tersebut. Sehingga masyarakat konsumsi tidak pernah mampu memenuhi kebutuhannya, tidak pernah merasa puas, dan akhirnya akan menjadi “Pemboros Agung” yang akan mengkonsumsi tanpa henti.

Perilaku konsumen pada masyarakat konsumsi justru akan menghasilkan rasa ketidakpuasan dan menimbulkan rasa teralienasi atas perilaku tersebut. Sehingga akan menimbulkan kesadaran palsu, dimana masyarakat konsumsi merasa terpuaskan namun nyatanya mereka kekurangan dan juga merasa makmur namun sesungguhnya mereka berada dalam kemiskinan. Saat ini kita tidak sedang hidup di dalam masyarakat yang berkecukupan, melainkan hidup di dalam masyarakat pertumbuhan. Dimana ideologi dari masyarakat pertumbuhan selalu menghasilkan dua hal, yakni kemakmuran dan kemiskinan. Kemakmuran akan diperoleh bagi masyarakat yang diuntungkan, sedangkan kemiskinan akan diperoleh pada masyarakat yang terpinggirkan. Kenyataannya, pertumbuhan adalah alat untuk membatasi ruang gerak orang – orang miskin, oleh sebab itulah ideologi ini terus dipertahankan untuk menjaga sistem karena menurut pendapat Baudrillard pertumbuhan merupakan fungsi dari kemiskinan. Dimana pertentangan di dalamnya mengarah kepada pemiskinan psikologis dan kefakiran sistematis karena “Kebutuhan” akan selalu melampaui produksi barang. 

Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya yakni : 

1. Faktor Eksternal 
Faktor – faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumen antara lain: 

a. Kelas Sosial 
Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen yang bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan yang keanggotaanya mempunyai nilai minat dan perilaku yang sama (Philip Kotler, 1993 : 225). Kelas sosial mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: 
  1. Orang – orang dalam setiap kelas sosial cenderung mempunyai perilaku yang serupa disbanding orang – orang yang berasal dari dua kelas social yang berbeda. 
  2. Seseorang dipandang mempunyai pekerjaan yang rendah atau tinggi sesuai dengan kelas sosialnya. 
  3. Kelas sosial seseorang dinyatakan dengan beberapa variabel seperti jabatan, pendapatan, kekayaan, pendidikan dan orientasi terhadap ilai daripada hanya berdasarkan sebuah variabel. 
  4. Seseorang mampu berpindah dari satu kelas social ke kelas sosisal lainnya, naik atau turun selama hidupnya. 
Kelas sosial memegang peranan penting dalam suatu program pemasaran, karena adanya perbedaan substansial diantara kelas – kelas tersebut memengaruhi perilaku pemberian mereka. Pembagian kelas sosial dapat digunakan sebagai variabel yang bebas untuk meramalkan tanggapan konsumen terhadap kegiatan perusahaan. Dengan memahami perilaku konsumen antara masing – masing kelas social maka perusahaan dapat menyelenggarakan dan melaksanakan program – program pemasaran yang efektif dan efesien. 

b. Kelompok Referensi dan Kelompok Sosial 

1. Kelompok Referensi 
Kelompok referensi adalah kelompok yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk kepribadian perilakunya. Biasanya masing – masing kelompok mempunyai pelopor opini (opinion leader) yang dapat memengaruhi anggota dalam membeli sesuatu. Orang umumnya sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka dengan tiga cara pertama, kelompok referensi pada seseorang perilaku dan gaya dan konsep jati diri seseorang karena orang tersebut ingin menyesuaian diri yang dapat memengaruhi pilihan produk dan merk seseorang (Philip Kotler, 1993 : 228). Dalam hal ini maka manajer pemasaran perlu mengetahui siapa pelopor opini dan suatu kelompok bersangkutan, guna menentukan program pemasaran. 

2. Kelompok Sosial 
Semenjak manusia dilahirkan sudah mempunyai hasrat atau keinginan pokok, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (masyarakat) serta keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekelilingnya. Untuk dapat mengetahui alam dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, manusia menggunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Sehingga timbul kelompok – kelompok sosial dalam kehidupan manusia. Kelompok – kelompok tersebut merupakan himpunan manusia yang hidup bersama, saling berhubungan timbale balik, pengaruh memengaruhi, dan kesadaran untuk saling tolong – menolong. Suatu kelompok tidak merupakan kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang, dan akan mengalami perubahan – perubahan dalam aktivitas maupun bentuknya. Perkembangan dan perubahan suatu kelompok sosial dan memengaruhi individu – individu dalam suatu kelompok dalam berperilaku.

2. Faktor Internal 

Faktor – faktor lingkungan internal yang mempengaruhi perilaku konsumen antara lain: 
a. Motivasi 
Perilaku seseorang dimulai dengan adanya suatu motif yang menggerakkan individu dalam mencapai suatu tujuan. Secara definisi motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan (Basu Swastha DH dan T. Hani Handoko, 1982 : 76). Tanpa motivasi seseorang tidak akan terpengaruh untuk mencari kepuasan terhadap dirinya. 

b. Persepsi 
Persepsi didefinisikan sebagai proses di mana seseorang memilih, mengorganisasikan dan mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini (Philip Kotler, 1993 : 240). Persepsi dapat melibatkan penafsiran seseorang atas suatu kejadian berdasarkan pengalaman masa lalunya. Pada pemasar perlu bekerja keras untuk memikat perhatian konsumen agar pesan yang disampaikan dapat mengenai pada sasaran. 

Teori Konsumerisme dipilih penulis sebagai salah satu mata pisau dalam menganalisa permasalah dalam penelitian ini dikarenakan kesesuaian dari penjelasan pada teori tersebut. Dimana pada teori konsumerisme membahas tentang perilaku konsumen dalam membuat keputusan yang pada akhirnya menciptakan masyarakat konsumsi. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Baudrillard yang menilai bahwa keputusan konsumen yang diambil oleh masyarakat konsumsi sesungguhnya hanyalah sebuah tiruan berdasarkan status dan status inilah yang menyebabkan orang menjadi “tergila – gila” pada objek tertentu. Sehingga membeli dan mengkonsumsi barang pada masyarakat konsumsi bukanlah berdasarkan nilai guna dan manfaat dari barang tersebut, melainkan berdasarkan gaya hidup dan makna yang melekat dari suatu produk.

Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan

Rabu, 11 Januari 2017
Banyak faktor-faktor penyebab kebangkrutan (Darsono dan Ashari, 2005), menyatakan secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal,

1. Faktor Internal
Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan yaitu :

a. Manajemen yang tidak efisien
Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.

b. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah hutang piutang yang dimiliki
Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

c. Moral hazard oleh manajemen
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan biasa mengakibatkan kebangkrutan. kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. kecurangan dapat berupa manajemen yang korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

2. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah sebagai berikut :

a. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan.

b. Kesulitan bahan baku kanena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi

c. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan.

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada pelanggan.

Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan, arus perkembangan pesat ekonomi Cina yang mengakibatkan tersedotnya kebutuhan bahan baku ke Cina dan kemampuan Cina memproduksi barang dengan harga yang murah adalah contoh kasus perekonomian global yang harus diantisipasi oleh perusahaan.

Kompetensi Pendidik GURU DOSEN

Selasa, 10 Januari 2017
Esensi peningkatan kompotensi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai subtansi materi ajar maupun piranti penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru selalu meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan teknologi materi ajar yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metode, dan teknologi pembelajaran terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil mengantarkan peserta didik memasuki dunia kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan dan kemampuan guru menyesuaikan wawasan dan kompetensi dengan tuntutan perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu penghambat ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran.

Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain yang mendukung terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup beralasan karena didukung oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru yang belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak mengguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). 

1. Prinsip-prinsip Umum
Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
  1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
  2. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
  3. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.
  4. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
  5. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
2. Prinsip-pinsip Khusus

Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
  1. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
  2. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
  3. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi
Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan.

Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat, sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian. Dengan demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.

1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masing-masing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Kompetensi pedagogik adalah kompetensi dasar yang melekat pada diri seorang guru. Kompetensi ini diperoleh sebagai hasil pendidikan keguruan mereka di perguruan tinggi. Kompetensi ini merupakan citra diri yang mendasar pada guru sebagai bagian dari komunitas ilmiah. Profesi guru merupakan profesi ilmiah. Guru merupakan komunitas akademisi, ilmuwan atau ilmiawan sebagaimana pula dosen. Guru bekerja atas dasar teori-teori dan temuan-temuan ilmiah yang diperoleh melalui penelitian.

Secara akademik, profesionalitas guru setara dengan dokter ataupun insinyur. Mereka bekerja berdasarkan pengetahuan, teori dan konsep-konsep yang diperoleh melalui penelitian ilmiah. Pekerjaan dan kinerja mereka dapat diukur dan diteliti dengan parameter-parameter keilmuan pendidikan.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sikap dan tindakan guru seharusnya didasarkan atas teori-teori dan hasil-hasil penelitian pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebagai profesional, guru hars memiliki kemampuan keilmuan dan vokasional di bidang pendidikan dan mampu mengembangkannya melalui penelitian ilmiah.

Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu:

  • Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
  • Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
  • Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
  • Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
  • Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
  • Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
  • Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
  • Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
  • Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2) Kompetensi Kepribadian
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, guru harus tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi kearah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. 

Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru.

Menurut Dian, aspek-aspek yang diamati adalah :
  • Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
  • Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
  • Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
  • Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Kebijakan pengembangan profesi guru Badan PSDMPK-PMP 29
  • Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3) Kompetensi Sosial
Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan mendapat kesulitan. Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini.
  • Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
  • Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
  • Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
  • Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
4) Kompetensi Profesional
Secara umum kompetensi profesional dipahami sebagai kesiapan seorang guru baik secara materi (pengetahuan materi ajar) maupun metodologis, mampu melaksanakn tugas-tugasnya untuk mencapai efektivitas proses pendidikan. Menurut Cece Wijaya dan Rusyan, ada sepuluh kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh guru agar dapat memenuhi kompetensi profesional ini, yaitu; 

1. Menguasai dasar-dasar filosofis pendidikan.
2. Menguasai bahan materi ajar. 
3. Kemampuan mengelola kelas. 
4. Kemampuan mengelola program kegiatan belajar mengajar. 
5. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar. 
6. Kemampuan menggunakan media pembelajaran. 
7. kemampuan mengevaluasi hasil belajar. 
8. Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan. 
9. Kemampuan memahami prinsip dan menafsirkan hasi. 
10. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi madrasah.

Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak pernah putus.

Keaktifan peserta didik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya. Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsip- prinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi peserta didik belajar. Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini:
  • Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
  • Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan yang diampu.
  • Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
  • Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
  • Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi. Melalui uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi menjadi basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi pembelajaran setiap guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini:

  • Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang dikumpulkan harus mencukupi serta terkini dan asli.
  • Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang relatif sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda.
  • Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi peserta uji serta kondisi tempat uji kompetensi.
  • Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok mana dia berasal.
  • Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu yang berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Uji kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan mengorbankan waktu dan biaya yang sedikit.
Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan seperti berikut ini.

  1. Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun bersamaan dengan penilaian kinerja.
  2. Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya.
  3. Memberi perlakauan khusus untuk jenis guru tertentu, misalnya guru produktif, normatif, guru TK/LB, atau melalui tes kinerja atau performance test.
  4. Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu, khusus untuk ranah pengetahuan.
  5. Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi.

Referensi : 
Dian Mahsunah dkk, 2012, Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, (Badan PSDMPK –PMP), h. 29. 

Cece Wijaya dan A. Tabrani, Upaya pembaruan dalam pendidikan dan Pengajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 185.
 

Puisi dan Bisnis Pemula Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger